Pembangunan
Pertanian di Indonesia merupakan hal
terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat
perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat,
sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Beberapa alasan yang mendasari
pentingnya pertanian di Indonesia : (1) potensi sumberdayanya yang besar dan
beragam, (2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar, (3) besarnya
penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, dan (4) menjadi
basis pertumbuhan di pedesaan.
Pada era reformasi, paradigma pembangunan pertanian meletakkan petani sebagai subyek, bukan semata-mata
sebagai peserta dalam mencapai tujuan nasional. Karena itu pengembangan
kapasitas masyarakat guna mempercepat upaya memberdayakan ekonomi petani,
merupakan inti dari upaya pembangunan pertanian/pedesaan. Upaya tersebut
dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat pertanian menjadi mandiri dan mampu
memperbaiki kehidupannya sendiri. Peran Pemerintah adalah sebagai stimulator
dan fasilitator, sehingga kegiatan sosial ekonomi masyarakat petani dapat berjalan
dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan pada paradigma tersebut
maka visi pertanian memasuki abad 21
adalah "pertanian modern, tangguh dan
efisien". Untuk mewujudkan visi pertanian tersebut, misi pembangunan pertanian adalah "memberdayakan petani menuju suatu masyarakat tani yang mandiri, maju,
sejahtera dan berkeadilan". Hal ini akan dapat dicapai melalui pembangunan
pertanian dengan strategi:
(1)
Optimasi pemanfaatan sumber daya domestik (lahan, air, plasma nutfah,
tenaga kerja, modal dan teknologi);
(2)
Perluasan spektrum pembangunan pertanian melalui diversifikasi teknologi,
sumber daya, produksi dan konsumsi;
(3)
Penerapan rekayasa teknologi pertanian spesifik lokasi secara dinamis;
(4)
Peningkatan
efisiensi sistem agribisnis untuk meningkatkan produksi pertanian dengan
kandungan IPTEK dan berdaya saing tinggi, sehingga memberikan peningkatan
kesejahteraan bagi petani dan masyarakat secara berimbang.
PRIORITAS PEMBANGUNAN DI INDONESIA TAHUN 2010
Prioritas pembangunan berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun
2010, sebagai berikut:
Prioritas 1. Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat serta Penataan Kelembagaan dan Pelaksanaan Sistem Perlindungan Sosial.
Prioritas 2. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Indonesia.
Prioritas 3. Pemantapan Reformasi Birokrasi dan Hukum, serta
Pemantapan Demokrasi dan Keamanan Nasional.
Prioritas 4. Pemulihan Ekonomi yang Didukung oleh Pembangunan Pertanian, Infrastruktur dan Energi.
Prioritas 5. Peningkatan
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Beberapa
rumusan kebijakan pembangunan sektor pertanian yang penting yang disusun
berdasarkan hasil kajian sebagai berikut:
(1) Kebijakan
Pengendalian Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian;
(2) Kebijakan
Reservasi Lahan Sawah di Jawa;
(3) Kebijakan
Kemandirian Pangan Nasional;
(4) Kebijakan
Penentuan Harga Dasar Pembelian Gabah;
(5) Kebijakan
Peningkatan Tarif Gula untuk Meningkatkan Pendapatan Petani Tebu;
(6) Kebijakan
Harga Air Irigasi;
(7) Kebijakan
Tarif Impor Paha Ayam dalam Melindungi Industri Perunggasan Nasional;
(8) Kebijakan
Tata Niaga dan Distribusi Pupuk Bersubsidi di Indonesia;
(9) Kebijakan
Percengkehan Nasional.
IMPLEMENTASI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN PERTANIAN
Sejalan
dengan perubahan tatanan politik di Indonesia yang mengarah pada era domokratisasi serta perubahan tatanan
dunia yang mengarah pada globalisasi,
maka pembangunan sektor pertanian dimasa datang dihadapkan pada dua tantangan pokok sekaligus. Tantangan pertama adalah tantangan internal yang berasal dari domestik, dimana
pembangunan pertanian tidak saja dituntut
untuk mengatasi masalah-masalah yang sudah ada, namun dihadapkan pula pada tuntutan demokratisasi yang terjadi
di Indonesia. Sedangkan tantangan kedua adalah tantangan eksternal, dimana pembangunan
sektor
pertanian diharapkan mampu untuk mengatasi era
globalisasi dunia. Kedua tantangan
internal dan eksternal tersebut sulit dihindari dikarenakan merupakan kesepakatan nasional yang telah
dirumuskan sebagai arah kebijakan
pembangunan nasional di Indonesia.
Menurut Samsul Bahari (Kompas, 15 Maret 004), persoalan pangan tidak hanya terkait dengan konsumsi dan produksi
tetapi juga soal daya
dukung sektor pertanian yang komprehensif. Ada empat aspek yang menjadi
pra-syarat melaksanakan
pembangunan pertanian: (1) akses
terhadap kepemilikan tanah, (2) akses input dan proses produksi, (3) akses terhadap informasi dan pasar, dan (4) akses terhadap
kebebasan.
Dari ke-empat pra-syarat tersebut,
nampaknya yang belum dilaksanakan secara konsisten adalah membuka akses petani
dalam kepemilikan tanah dan membuka ruang kebebasan untuk berorganisasi dan
menentukan pilihan sendiri dalam berproduksi. Pemerintah hingga kini selalu
menghindari kedua hal itu karena dianggap mempunyai resiko tinggi. Kebijakan pemerintah lebih
banyak difokuskan pada produksi dan pasar.
Dengan
melihat potensi sumberdaya yang dimiliki Indonesia, Stighlitz (2004) memberikan beberapa
saran yang perlu diperhatikan ketika akan menyusun dan merumuskan kebijakan
pembangunan pertanian. Saran-saran tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:
(1) Usaha
pengembangan ekonomi lebih difokuskan pada sektor yang menghidupi mayoritas penduduk yaitu
penduduk di pedesaan yang berprofesi sebagai petani;
(2) Program
industrialisasi mestinya difokuskan pada aktivitas yang memiliki keterkaitandengan
kepentingan mayoritas;
(3) Pendidikan
menjadi pra-syarat utama pembangunan dan ini harus dapat dijangkau oleh golongan mayoritas;
(4) Dalam
pembangunan Pertanian, prioritas bukan sekedar memproduksi komoditi, tapi penciptaan nilai
tambah (value added);
(5) Industrialisasi
harus terkait dengan kepentingan petani
(6) Sebagian
besar hasil pertanian terutama perkebunan masih diolah di luar Indonesia, misalnya karet, crude
plam oil/CPO, kakao, dll. Hal ini sebenarnya sangat mendukung industrialiasi,
oleh karena itu sebaiknya produk bukan dijual sebagai. barang mentah.
(7) Terkait
dengan efisiensi, program swastanisasi/privatisasi perlu persiapan, karena liberalisasi yang
terburu-buru akan sangat berbahaya
(8) Peran
dan intervensi pemerintah untuk memberi prioritas pada ”mayoritas” tetap diperlukan, bukan
sepenuhnya diserahkan pada “market mechanism” (invisible hand)
(9) Perlu
keseimbangan antara kepentingan pasar dan capur tangan dan atau peran
pemerintah.
Sumbangan
atau jasa sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak dalam hal:
1. Menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada
penduduk yang kian meningkat;
2. Meningkatkan akan permintaan barang produk industri
dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan
tersier;
3. Menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor
barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian terus
menerus;
4. Meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi
Pemerintah;
5.
Memperbaiki
kesejahteraan rakyat pedesaan.
KESIMPULAN
Arah kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia saat
ini tentang pentingnya
pembangunan pertanian khususnya di pedesaan seringkali didengung-dengungkan,
namun dalam kenyataannya tetap saja pemberdayaan petani masih kurang
diperhatikan. Melihat
kondisi pertanian saat
ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Pendapatan
petani masih rendah baik secara nominal maupun secara relatif dibandingkan dengan sektor lain;
2.
Usaha
pertanian yang ada didominasi oleh ciri-ciri:
a.
skala
kecil,
b.
modal
terbatas,
c.
teknologi
sederhana,
d. sangat dipengaruhi musim,
e.
wilayah
pasarnya lokal,
f.
umumnya
berusaha dengan tenaga kerja keluarga
sehingga menyebabkan
terjadinya involusi pertanian (pengangguran tersembunyi),
g.
akses
terhadap kredit, teknologi dan pasar
sangat rendah,
h. Pasar komoditi pertanian sifatnya mono/oligopsoni sehingga terjadi eksploitasi harga pada petani.
3.
Pendekatan
parsial yang yang bertumpu pada peningkatan produktifitas usahatani yang tidak terkait dengan
agroindustri. Hal ini menunjukkan fondasi
dasar agribisnis belum terbentuk dengan kokoh sehingga sistem dan usaha agribisnis belum berkembang seperti
yang diharapkan, yang terjadi
kegiatan agribisnis masih bertumpu pada kegiatan usahatani.
4.
Pembangunan
pertanian yang ada kurang terkait dengan pembangunan pedesaan.
5.
Kurang
memperhatikan aspek keunggulan komparatif yang dimiliki wilayah. Pembangunan agribisnis yang ada masih
belum didasarkan kepada
kawasan unggulan.
6.
Kurang
mampu bersaing di pasaran, sehingga membanjirnya impor khususnya komoditas hortikultura.
7.
Terdapat
senjang produktivitas dan mutu yang cukup besar sehingga daya saing produk pertanian Indonesia masih
mempunyai peluang yang sangat
besar untuk ditingkatkan.
8.
Pangsa
pasar ekspor produk pertanian Indonesia masih kecil dan sementara kapasitas dan potensi yang
dimilikinya lebih besar.
9.
Kegiatan
agroindustri masih belum berkembang. Produk–produk perkebunan semenjak zaman Belanda masih
berorentasi pada ekspor komoditas
primer (mentah)
10. Terjadinya degradasi kualitas sumberdaya
pertanian akibat pemanfaatan yang
tidak mengikuti pola-pola pemanfaatan yang berkelanjutan .
11. Masih lemahnya kelembagaan usaha dan
kelembagaan petani. Usaha agribisnis
skala rumahtangga, skala kecil dan agribisnis skala besar belum terikat dalam kerjasama yang saling
membutuhkan , saling memperkuat
dan saling menguntungkan. Yang terjadi adalah penguasaan pasar oleh kelompok usaha yang kuat sehingga
terjadi distribusi margin keuntungan
yang timpang (skewed)
yang merugikan petani.
12. Lemahnya peran lembaga penelitian, sehingga
temuan atau inovasi benih/
bibit unggul sangat terbatas
13. Lemahnya peran lembaga penyuluhan sebagai
lembaga transfer teknologi
kepada petani, setelah era otonomi daerah.
14. Kurangnya pemerintah memberdayakan stakeholder
seperti perguruan tinggi, LSM,
dalam pembangunan pertanian.
15. Lemahnya dukungan kebijakan makro ekonomi baik
fiscal maupun moneter
seperti kemudahan kredit bagi petani, pembangunan irigasi maupun pasar, dll.
No comments:
Post a Comment