Artikel Ekonomi. Pada kesempatan ini kita akan membahas mengenai krisis finansial pada tahun 2008 yang awalnya disebabkan oleh Subprime Mortgage di Amerika Serikat lalu menyebar ke Eropa dan beberapa negara yang memiliki hubungan perdagangan, finansial, dan investasi dengan Negara Paman Sam ini.
Pendahuluan
Krisis
finansial global yang menyebabkan menurunnya kinerja perekonomian dunia
secara
drastis pada tahun 2008 dan diperkirakan masih akan terus berlanjut, bahkan
akan
meningkat intensitasnya pada tahun 2009. Perlambatan pertumbuhan ekonomi
dunia,
selain menyebabkan volume perdagangan global pada tahun 2009 merosot tajam, juga
akan berdampak pada banyaknya industri besar yang terancam bangkrut, terjadinya
penurunan kapasitas produksi, dan terjadinya lonjakan jumlah pengangguran
dunia.
Bagi
negara-negara berkembang dan emerging markets, situasi ini dapat merusak
fundamental perekonomian, dan memicu terjadinya krisis ekonomi. Kekhawatiran
atas dampak negatif pelemahan ekonomi global terhadap perekonomian di
negara-negara emerging markets dan fenomena flight to quality dari
investor global di tengah krisis keuangan dunia dewasa ini, telah memberikan
tekanan pada mata uang seluruh dunia, termasuk Indonesia dan mengeringkan
likuiditas dolar Amerika Serikat di pasar domestik banyak negara. Hal ini
menyebabkan pasar valas di negara-negara maju maupun berkembang cenderung
bergejolak di tengah ketidakpastian yang meningkat.
Sebagai
negara dengan perekonomian terbuka, Indonesia meskipun telah membangun momentum
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, tidak akan terlepas dari dampak negatif
pelemahan ekonomi dunia tersebut. Krisis keuangan global yang mulai berpengaruh
secara signifikan dalam triwulan III tahun 2008, dan second round effectnya
akan mulai dirasakan meningkat intensitasnya pada tahun 2009, diperkirakan akan
berdampak negatif pada kinerja ekonomi makro Indonesia dalam tahun 2009 baik di
sisi neraca pembayaran, neraca sektor riil dan APBN.
Dampak negatif yang paling cepat dirasakan sebagai akibat
dari krisis perekonomian
global
adalah pada sektor keuangan melalui aspek sentimen psikologis maupun akibat merosotnya
likuiditas global. Penurunan indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI)
mencapai sekitar 50 persen, dan depresiasi nilai tukar rupiah disertai dengan volatilitas
yang meningkat.
Sepanjang
tahun 2008, nilai tukar rupiah telah terdepresiasi sebesar 17,5 persen.
Kecenderungan volatilitas nilai tukar rupiah tersebut masih akan berlanjut
hingga tahun 2009 dengan masih berlangsungnya upaya penurunan utang-utang (deleveraging)
dari lembaga keuangan global.
Berbagai
kondisi tersebut di atas diperkirakan akan berpengaruh signifikan terhadap
perlambatan
pertumbuhan ekonomi, penyediaan kesempatan kerja, dan upaya pengurangan
kemiskinan. Kecenderungan penurunan pertumbuhan ekonomi berkisar antara 4,0 –
5,0 persen dengan titik estimasi paling optimis pada 4,7 persen (lebih rendah dari
titik estimasi awal sebesar 5,0 persen) terutama disebabkan (1) perlambatan
investasi yang diperkirakan mencapai 5,9 persen, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
sebesar 7,5 persen, antara lain berasal dari penanaman modal asing (PMA) dan
investasi portofolio; dan (2) kinerja ekspor yang melambat dari perkiraan
sebelumnya 7,8 persen menjadi paling tinggi 5,1 persen .
Data
tiga bulan terakhir menunjukkan ekspor melemah sangat cepat hingga pertumbuhan
diperkirakan akan stagnan (nol persen) atau bahkan negatif (-3,0 persen).
Penurunan ekspor tersebut juga akan diikuti oleh penurunan produksi, sehingga
pada akhirnya rasionalisasi tenaga kerja sulit dihindari.
Dengan
berbagai perkembangan tersebut, peningkatan pengangguran tenaga kerja dan jumlah
masyarakat miskin merupakan dampak berikutnya yang akan segera dialami oleh
perekonomian nasional akibat krisis perekonomian global. Saat ini, fenomena pemutusan
hubungan kerja (PHK) telah terjadi pada industri-industri yang berorientasi ekspor,
menyusul kemudian rencana PHK pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan
kertas, dan rencana merumahkan tenaga kerja pada industri perkayuan dan industry
perkebunan.
Selain
itu, resesi global juga akan mengakibatkan PHK atas sebagian dari tenaga kerja
Indonesia (TKI) di luar negeri, dan pemulangan mereka ke Indonesia. Hal ini
tidak saja akan menambah berat tekanan pada pasar tenaga kerja di Indonesia,
tetapi juga akan mengurangi pendapatan devisa dari penghasilan mereka di luar
negeri (remittances).
Definisi
Subprime Mortgage
Sub
prime mortgage
adalah kredit perumahan yang diberikan oleh perusahaan mortgage broker di Amerika Serikat dengan bunga yang
rendah di awal tahunnya (2-5 tahun), namun di tahun berikutnya, bisa naik
sampai 1 1/2 kali lipat. Dan apabila terjadi macet, kredit ini akan dijual kepada
bank, dan bank yang akan menyelesaikan kredit macet tersebut.
Karena
Bank Sentral Amerika yang sering disebut The
Fed, menaikkan suku bunga berkali-kali, hingga mencapai 5,25%, akhirnya
kredit di sektor perumahan dari sub prime mortgage ini akhirnya mengalami
yang kemacetan di luar kebiasaan, dan pada saat yang sama bank membutuhkan
likuiditas yang cukup banyak untuk menutupi dan menyelesaikan kredit tersebut.
Dan
di sisi lain investor di sektor ini banyak yang menarik dana untuk mendapatkan
likuiditas, dalam bentuk dollar Amerika di berbagai portofolio-nya, termasuk di
Indonesia, baik dalam bentuk saham, maupun mata uang. Hal inilah yang akhirnya
ikut menyeret pasar modal dan pasar uang Indonesia mengalami kesulitan
likuiditas.
Terdapat
kecenderungan bahwa orang Amerika lebih senang mengambil kredit rumah dengan menggunakan
sub prime mortgage, karena mereka merasa bunganya lebih kecil. Walaupun
efek yang dirasakan kemudian akan terus berlipat karena terus mengalami sub prime yang ketika diakumulasikan
akan mengelabui sistem keuangan Amerika Serikat yang nota bene dampaknya akan
berpengaruh terhadap keuangan dunia.
DAMPAK KRISIS GLOBAL
TERHADAP PEREKONOMIAN DAN PENDAPATAN
NEGARA TAHUN 2009
Situasi
perekonomian sejak pertengahan 2007 diwarnai oleh berbagai faktor eksternal yang
penuh ketidakpastian (uncertainty) dan sulit diprediksikan (unpredictable).
Kehancuran pasar uang global telah berdampak pada sektor riil dimana banyak industry
besar terancam bangkrut atau setidak-tidaknya terjadi penurunan kapasitas
produksi.
Akibatnya,
ancaman akan terjadinya lonjakan jumlah pengangguran dunia akan sulit
dihindari.
Bagi negara-negara berkembang dan emerging markets, situasi ini dapat merusak
fundamental perekonomian dan memicu terjadinya krisis ekonomi. Banyak
negara
yang terpaksa harus meminta bantuan lembaga keuangan internasional untuk menyediakan
likuiditas guna menyelamatkan ekonominya dari kehancuran, seperti Turki,
Pakistan, Islandia, dan negara-negara Eropa Timur lainnya.
Krisis
finansial global yang terus berlangsung saat ini menyebabkan macetnya sistem keuangan
dunia sehingga menyebabkan merosotnya aktivitas ekonomi dan perdagangan dunia.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dan menurunnya pertumbuhan volume perdagangan
dunia telah terjadi sejak pertengahan tahun 2007.
Volume
perdagangan dunia dalam tahun 2009 terus merosot ditunjukkan dengan proyeksi
IMF yang mengalami beberapa kali revisi volume perdagangan dunia pada tahun
2009 dari 6,9 persen yaitu proyeksi yang dibuat pada bulan Januari 2008 menjadi
2,1 persen pada bulan November 2008 dan bahkan pada bulan Januari 2009 proyeksi
pertumbuhan volume perdagangan dunia direvisi kembali menjadi negatif 2,8 persen.
Hal
ini tentunya akan memberikan dampak langsung yang signifikan bagi negara-negara
yang perekonomiannya ditopang oleh ekspor seperti Cina, Jepang, Korea, dan Negara-negara
ASEAN, termasuk Indonesia. Melihat perkembangan yang makin memburuk pada
tirwulan terakhir ini, seluruh lembaga keuangan dan ekonomi dunia seperti IMF,
OECD, Bank Dunia dan ADB melakukan revisi ke bawah tingkat pertumbuhan perekonomian
dunia.
IMF misalnya,
menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2009 diperkirakan masih
tertekan sehingga perkiraannya direvisi menjadi 2,2 persen pada bulan November
2008, dari sebelumnya 3,0 persen pada bulan Oktober 2008.Namun pada Januari
2009, IMF kembali melakukan revisi ke bawah atas proyeksi pertumbuhan ekonomi
dunia menjadi 0,5 persen.
Merosotnya
perekonomian dunia ini tentunya akan sangat berpengaruh pada perkembangan
perekonomian Indonesia. Antisipasi yang dilakukan oleh Pemerintah
dalam
menyikapi kondisi ini adalah melakukan beberapa penyesuaian besaran asumsi makro.
No comments:
Post a Comment